Tentang teman – teman di Psikologi Mas

Mas, apa kabarmu disana mas?

Pasti di negeri sana tidak pernah mati lampu seperti ketika surat ini aku tulis ya? Ahh.., lilin inipun lilin terakhir yang saya punya. Tetapi tidak apa – apa mas, ini tidak mengurangi niat untuk menulis coretan tinta ini padamu.

Mas, psikologi sekarang sudah banyak berubah. Ingatkah engkau tentang romantisme keluarga psikologi dulu? saat kita sama – sama masih duduk dibangku kuliah, walaupun beda kelas dan beda semester. Semua terasa dekat. Hari – hari dilalui dengan sederhana dengan istilah ”kere hore”. Aku sangat merindukannya.

Dirimu yang menyayangi kami sehingga kami hormat padamu. Tidak penting apa tongkronganmu, dari mana asalmu, apa agamamu. kita sering ramai – ramai nongkrong di kampus sampai sore. Sampai – sampai kita buka baju berkeringat karena main basket, sepak bola, atau nongkrong di pos satpam dan berbagi sebatang rokok. Masih ingatkah mas? Saat bermalam di kampus, tidur – tiduran di aspal, hingga berjalan dari gunung ungaran sampai ke kampus. Semua berjalan sederhana tetapi menyenangkan.

Tetapi satu per satu teman – teman kita mulai meninggalkan kampus kita ini mas, memang beberapa masih ada disini.

Keluarga kecil kita dulu terasa ramai walaupun dengan ”sedikit” anggota keluarga.

Tak terasa tahun – tahun berlalu dengan cepatnya, keluarga kita semakin banyak dan menjadi keluarga besar. Semakin banyak anggota keluarga ini semakin banyak pula adik – adik kita.

Tetapi mau bagaimana lagi, memang tidak ada yang tidak berubah mas.

Benar – benar berubah! Dan seiring dengan itu pula mas, keluarga besar ini malah terasa sepinya, agaknya, mungkin ini yang disebut kesepian diantara keramaian. Aku merasa kesepian diantara keglamouran keluarga kita sekarang ini, aku merasa kesepian melihat kampus ini sepi. Setiap langkah dengan cepat pergi meninggalkan kampus setelah kuliah usai. Tak ada lagi basket bersama, sepak bola, bahkan sekedar nongkrong. Mungkin hanya Hima yang masih ingat dengan itu semua.

Mas, entah ini hanya perasaanku atau memang begitu adanya. Keluarga kita sekarang ini glamour sekali mas, fashion style, hair style, dialek, dan tongkrongan benar – benar menunjukkan individualisme dan komunalisme dalam keluarga kita ini. Kasih sayangmu dan rasa hormat kami telah jauh bergeser, hilang bersama bias materi. Yang telah menjadi skenario kapitalisme.

Iya mas, individual dan komunal. Kebijakan juga yang mungkin mengantar hingga seperti ini.

Mungkin benar juga jika ada yang berpendapat jika 90% perguruan tinggi adalah pangsa kapitalis. Aku mulai mengamini itu.

Bersamaan dengan itu juga mas, ada selompok keluarga kita yang berusaha menyadarkan keluarga ini dari kapitalisme, (neo) liberalisme, politik global. Tetapi sayang sekali mereka susah sekali diterima mas, mungkin karena mereka lebih cenderung politis daripada gerakan moral, mereka terjerat stereotype dan stigmatisasi komunal. Tetapi saya salut dengan mereka mas, pantang menyerah dan ulet. Entah model indoktrinasi seperti apa yang dapat memotivasi anggota keluarga kita tersebut hingga jadi seperti itu.

Agaknya, seperti itulah wajah keluarga kita sekarang ini mas. Entah apa yang akan terjadi dengan keluarga ini kedepannya, gosip – gosipnya sih jadi fakultas mas. Kata orang gosip itu kenyataan yang terlalu cepat datang, tetapi entah kapan kenyataan sebenarnya tersebut datang. Saya pikir gosip itu hanya lip service untuk memotivasi vestes interest agar tertarik pada keluarga kita ini mas.

Lampu belum juga menyala mas, sementara nyala lilin terkhir ini sudah hampir habis. Sepertinya Ini dulu yang saya tulis ya mas, mata ini terasa beratnya untuk terus terjaga. Ahh, semoga tubuh ini dapat beristirahat penuh di tengah gelapnya malam ini mas.

Sampai jumpa di lain waktu mas, semoga usia ini masih cukup panjang untuk menantikan persuaan kita.

0 komentar: